Jakarta -Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Net
Interest Margin(NIM) perbankan di Indonesia merupakan yang tertinggi di
ASEAN. Keuntungan bank di dalam negeri yang tercermin dari marjin bunga bersih
atau NIM sepanjang tahun lalu mencapai 4,89%.
Per akhir 2013, NIM perbankan Indonesia mencapai 4,89%, disusul Filipina yang mencapai 3,3%, Thailand sebesar 2,6%, Malaysia 2,3%, dan Singapura 1,5%.
"NIM kita cukup bagus dibanding negara-negara lain. Kita lebih unggul ketimbang NIM perbankan Filipina yang mencapai 3,3%, Thailand 2,6%, Singapura 1,5%, Malaysia 2,3%, Indonesia 4,89%," kata Direktur Pengawasan Bank OJK Slamet Edy Purnomo saat diskusi bersama media di Gedung OJK, Jl. Wahidin, Jakarta, Jumat (2/5/2014).
Edy menjelaskan, untuk mempertahankan posisi NIM di tengah ketatnya likuiditas, bank-bank di Indonesia melakukan beberapa penyesuaian dengan menaikkan bunga kreditnya. Merunut pada data Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan, OJK mencatat pada kuartal I-2014, suku bunga kredit korporasi mengalami kenaikan 5 basis poin (bps) ke level 10,43%, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya secara year on year (yoy).
Kredit konsumsi seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga naik 8 bps menjadi 8,75%. Sedangkan kredit ritel naik 12 bps ke angka 10,71%. Untuk kredit konsumsi non KPR meningkat 12 basis poin menjadi 9,55%. Serta kredit mikro yang juga naik 13 bps ke level 9,67%.
"Menjelang pemilu likuiditas ketat. Namun kami harapkan suku bunga tidak ada kenaikan hingga masa pemilu berakhir. Suku bunga kredit faktornya banyak di antaranya risiko usaha, misal risiko politik, ekonomi. Selain BI Rate dan masalah kekeringan likuiditas. Sejauh ini sampai menjelang pemilu diharapkan tidak akan menaikkan suku bunga sepanjang faktor-faktor itu bisa diantisipasi," kata Edy.
Per akhir 2013, NIM perbankan Indonesia mencapai 4,89%, disusul Filipina yang mencapai 3,3%, Thailand sebesar 2,6%, Malaysia 2,3%, dan Singapura 1,5%.
"NIM kita cukup bagus dibanding negara-negara lain. Kita lebih unggul ketimbang NIM perbankan Filipina yang mencapai 3,3%, Thailand 2,6%, Singapura 1,5%, Malaysia 2,3%, Indonesia 4,89%," kata Direktur Pengawasan Bank OJK Slamet Edy Purnomo saat diskusi bersama media di Gedung OJK, Jl. Wahidin, Jakarta, Jumat (2/5/2014).
Edy menjelaskan, untuk mempertahankan posisi NIM di tengah ketatnya likuiditas, bank-bank di Indonesia melakukan beberapa penyesuaian dengan menaikkan bunga kreditnya. Merunut pada data Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan, OJK mencatat pada kuartal I-2014, suku bunga kredit korporasi mengalami kenaikan 5 basis poin (bps) ke level 10,43%, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya secara year on year (yoy).
Kredit konsumsi seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga naik 8 bps menjadi 8,75%. Sedangkan kredit ritel naik 12 bps ke angka 10,71%. Untuk kredit konsumsi non KPR meningkat 12 basis poin menjadi 9,55%. Serta kredit mikro yang juga naik 13 bps ke level 9,67%.
"Menjelang pemilu likuiditas ketat. Namun kami harapkan suku bunga tidak ada kenaikan hingga masa pemilu berakhir. Suku bunga kredit faktornya banyak di antaranya risiko usaha, misal risiko politik, ekonomi. Selain BI Rate dan masalah kekeringan likuiditas. Sejauh ini sampai menjelang pemilu diharapkan tidak akan menaikkan suku bunga sepanjang faktor-faktor itu bisa diantisipasi," kata Edy.
(drk/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS &Windows Phone. Install sekarang!
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS &Windows Phone. Install sekarang!
"Menurut saya,
hal yang sudah baik harus dipertahankan dikarenakan semua itu berdampak pada
pendapatan Negara yang semakin tinggi. Banyak investor dalam maupun asing yang
semakin tertarik pada Negara Indonesia ini dikarenakan keadaan keuangannya Negara
semakin tahun mengalami peningkatan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar