Jakarta -Impor non migas pada Maret 2014 tercatat US$ 10,53 miliar,
naik 1,94% dibandingkan Februari yang sebesar US$ 10,33 miliar. Peningkatan ini
disebabkan oleh lonjakan impor barang konsumsi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyebutkan, impor barang konsumsi Maret adalah US$ 1,1 miliar, naik 20,5% dari Februari yang sebesar US$ 898,6 juta.
Sementara impor kelompok bahan baku/penolong mengalami kenaikan 6,25% dari US$ 10,5 miliar menjadi US$ 11,2 miliar. Sedangkan impor barang modal justru turun 4,11% dari US$ 2,3 miliar menjadi US$ 2,2 miliar.
Dalam kelompok barang konsumsi ini, Suryamin menuturkan, didominasi oleh bahan pangan. Di antaranya adalah impor bawang merah, bawang putih, gandum, beras, dan daging.
Namun di sisi lain, lanjut Suryamin, produk-produk tersebut adalah jenis barang yang sangat strategis untuk pengendalian inflasi. Ia menilai impor bahan pangan itulah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya deflasi sebesar 0,02% pada April.
"Jadi yang diimpor bukan pakaian, tapi komoditi yang digunakan untuk mengontrol harga bahan pokok sehingga inflasi terkendali," tegas Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (2/5/2014).
Meski begitu, Suryamin menyatakan impor bahan pangan tetap harus menjadi perhatian. Dia ingin agar produk-produk tersebut tersedia bukan dari impor, melainkan dalam negeri.
"Ini sangat penting bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi. Tingkatkan produksi bawang, beras, dan daging," kata Suryamin.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyebutkan, impor barang konsumsi Maret adalah US$ 1,1 miliar, naik 20,5% dari Februari yang sebesar US$ 898,6 juta.
Sementara impor kelompok bahan baku/penolong mengalami kenaikan 6,25% dari US$ 10,5 miliar menjadi US$ 11,2 miliar. Sedangkan impor barang modal justru turun 4,11% dari US$ 2,3 miliar menjadi US$ 2,2 miliar.
Dalam kelompok barang konsumsi ini, Suryamin menuturkan, didominasi oleh bahan pangan. Di antaranya adalah impor bawang merah, bawang putih, gandum, beras, dan daging.
Namun di sisi lain, lanjut Suryamin, produk-produk tersebut adalah jenis barang yang sangat strategis untuk pengendalian inflasi. Ia menilai impor bahan pangan itulah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya deflasi sebesar 0,02% pada April.
"Jadi yang diimpor bukan pakaian, tapi komoditi yang digunakan untuk mengontrol harga bahan pokok sehingga inflasi terkendali," tegas Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (2/5/2014).
Meski begitu, Suryamin menyatakan impor bahan pangan tetap harus menjadi perhatian. Dia ingin agar produk-produk tersebut tersedia bukan dari impor, melainkan dalam negeri.
"Ini sangat penting bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi. Tingkatkan produksi bawang, beras, dan daging," kata Suryamin.
(mkl/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS &Windows Phone. Install sekarang!
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS &Windows Phone. Install sekarang!
"Menurut saya, mengimpor barang
konsumsi tidak terlalu buruk. Akan tetapi harus melihat barang konsumsi di Indonesia
sendiri. Apabila terlalu banyak barang konsumsi yang di impor maka para
petanipun sangat mengalami kerugian. Hal ini itu menjadikan penurunan
penghasilan para petani, seharusnya pemerintah membantu para petani untuk
menghasilkan barang konsumsi yang berkualitas dan mencukupi kebutuhan dalam
negri."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar